Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Onkologi)
Kanker serviks menjadi salah satu kasus terbanyak dialami oleh perempuan Indonesia dengan estimasi penderita sebanyak 98.692 kasus pada tahun 2015 (kemkes.go.id). Penyebabnya yaitu Human Papilloma Virus (HPV). Sebagaimana dijelaskan oleh dokter, ketika seorang perempuan terjangkit virus HPV, maka virus membutuhkan proses yang cukup lama untuk menjadi kanker serviks. Prosesnya bisa sampai 5-10 tahun.
Skrining kesehatan seperti tindakan Paps mear bisa untuk melihat perjalanan sel mulut rahim (serviks) sebelum menjadi ganas (kanker serviks). Fase ini disebut lesi pra kanker serviks. Biasanya terjadi tanpa keluhan dengan angka kesembuhan yang cukup baik.
Lanjutnya, pada bagian mulut rahim perempuan terdapat daerah rawan dan lemah yaitu monoklonal jansen. Virus bisa masuk melalui daerah tersebut, berkembang, dan mengakibatkan adanya perubahan sel epitel di serviks menjadi ganas (pertumbuhan sel tidak terkendali) serta menyebar ke daerah lainnya (metastasis).
Itulah pentingnya skrining kesehatan sebagai upaya deteksi dini mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu. Skrining kesehatan juga dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesungguhnya menderita suatu kelainan.
Pencegahan kanker serviks
Ada 3 jenis pencegahan kanker serviks, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Secara primer fokus utamanya adalah pencegahan virus agar tidak masuk. Pertama melalui kehidupan seksual yang normal, tidak berganti-ganti pasangan, mengingat virus ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted). Kedua adalah Vaksin HPV untuk melindungi diri dari virus (bisa diberikan mulai dari usia pubertas). “Vaksin diberikan tiga kali dan bersifat perlindungan seumur hidup,” tuturnya.
Pencegahan secara sekunder yang paling terkenal adalah dengan metode Paps mear dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Bedanya, tindakan pap smear dilakukan dengan pengambilan sampel sel serviks lalu dikirim ke laboratorium untuk diperiksa ahli Patologi Anatomi (PA) menggunakan mikroskop. Hasil bisa dilihat apakah sel-sel serviks normal, adakah tanda-tanda infeksi, atau apakah tampak tanda-tanda perubahan sel atau yang mengarah kepada kanker. Sedangkan IVA dilakukan dengan cara serviks dibasahi permukaannya dengan asam asetat 5%, selanjutnya diamati dan dilihat perubahan yang terjadi pada serviks serta tidak membutuhkan peran Dokter Spesialis PA. Namun keduanya bisa sama-sama menunjukkan lesi pra kanker serviks/ displasia, mulai dari ringan, sedang dan berat.
Pada tersier sudah memasuki tahap kanker serviks dengan pengobatan dan tindakan lebih sulit. Modalitas utama dalam menangani kanker serviks, yaitu melalui tindakan operasi, kemoterapi dan sinar laser.
Kasus kanker serviks yang ditemukan pada stadium dini serta mendapat pengobatan yang cepat dan tepat akan memberikan kesembuhan dan harapan hidup lebih lama. Oleh karena itu, penting dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini kanker seviks.