Untuk meningkatkan pelayanan, RS Wava Husada telah mendatangkan Dokter Spesialis Emergency Medicine (Sp.EM) dr. Isabella Kusuma Anjelin, Sp.EM. Tugas utamanya adalah menangani kondisi-kondisi emergency baik pre-hospital, intra-hospital, dan kasus disaster (bencana). Sebagaimana dijelaskan oleh dr. Isabella, untuk pre-hospital berkaitan dengan sistem rujukan pasien, sistem ambulance seperti halnya Emergency Medical Service (911) yang kesemuanya berkaitan dengan Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Dokter Sp.EM-lah yang membantu memastikan peralihan pelayanan ambulance sampai rumah sakit berjalan dengan lancar.
Jika mengacu pada negara maju, setiap IGD rumah sakit telah dilengkapi dengan keberadaan Dokter Sp.EM. Dimana perhatian (concern) utama berada di Triase P1 (gawat darurat) yang membutuhkan resusitasi. Untuk Triase P2 (gawat tidak darurat) dan Triase P3 (tidak gawat tidak darurat) Dokter Sp.EM bekerjasama dengan Dokter Umum dalam membantu diferensiasi kasus-kasus yang belum jelas arahnya. Jika terjadi perburukan, maka Dokter Sp.EM turun tangan membantu. Pun turut menjadi penghubung antara pasien dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Memahami peran ketiga Dokter Sp.EM bisa dilihat ketika terjadi bencana. Sebagaimana diketahui, IGD menjadi pintu masuk utama layanan kesehatan masyarakat. Dokter Sp.EM-lah yang membuat suatu sistem agar IGD bisa terus bertahan jika sewaktu-waktu terjadi kondisi yang tidak diharapkan.
Prosedur Penanganan Pasien IGD
Sebagaimana dijelaskan oleh dr. Isabella, setiap IGD rumah sakit dan layanan kesehatan yang ada telah memberlakukan sistem triase gawat darurat medis untuk menentukan pasien yang diprioritaskan dalam mendapat penanganan terlebih dahulu. Prinsi penanganan bukan pada “pertama datang pertama dilayani”. Lebih lanjut menurutnya, rumah sakit melaksanakan proses triase berbasis bukti untuk memperioritaskan pasien sesuai kegawatannya.
Di IGD RS Wava Husada, Kawasan P1 (kode warna pasien berwarna merah) adalah pasien gawat darurat/pasien dengan gangguan yang mengancam nyawa segera, misalnya pasien gagal napas atau gangguan peredaran darah, maupun kesadaran. Berbeda dengan P2 (kode warna pasien berwarna kuning) dimana pasien memiliki potensi mengancam nyawa namun tidak pada saat itu (gawat tidak darurat), seperti patah tulang & dehidrasi sedang. Pun juga Triase P3 (kode warna pasien berwarna hijau) pasien dengan kondisi tidak gawat maupun tidak darurat, memerlukan perawatan namun masih bisa ditunda, misalnya luka ringan, luka bakar minimal, patah tulang ringan.
Lanjutnya, adapun response time (waktu tanggap) P1, P2 dan P3 juga berbeda. Response time sendiri merupakan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan sesuai dengan kegawatdaruratan penyakitnya sejak masuk IGD. Pada pasien P1 response time-nya 0 menit, P2 dengan penanganan 10-30 menit, serta P3 dengan penanganan <60 menit. “Hal ini juga melihat dari jumlah loading load pasien, jumlah tenaga dokter dan perawat juga,” tutupnya.